Translate

Senin, 02 Maret 2015

Makalah Ulumul Hadits



Hubungan al-Sunnah dengan Al-Qur’an
MAKALAH
Di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah: Ulumul Hadits
Dosen pengampu: Prof. Dr. H.M. Erfan Soebahar, M.A


Oleh:
1.      Hadi Prasetyo             (113511045)
2.      Imroatun Ni’mah        (113511046)
3.      Lia Fitriana                  (113511047)



FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2012



                               I.            PENDAHULUAN
Agama Islam merupakan agama yang sempurna. Di dalamnya terdapat sumber-sumber hukum pokok yang menjadi pedoman hidup bagi seluruh umat manusia, yaitu Al-Quran dan al-Sunnah. Al-Qur’an menjadi dasar hukum yang pertama dan Al-Sunnah adalah sumber kedua setelah setelah Al-Quran dimana al-Sunnah memegang peranan yang sangat penting terhadap pemahaman mengenai Al-Qur’an dan juga perkembangan umat islam saat ini. Mengingat begitu pentingnya kedudukan al-Sunnah terhadap Al-Qur’an, maka dalam makalah ini akan diuraikan tentang bagaimana fungsi al-Sunnah terhadap Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW dan sesudahnya? Bagaimana sikap muslim dalam beramal dengan al-Sunnah? Apa itu ingkar al-Sunnah dan bagaimana bantahan ulama’ terhadapnya? dan Bagaimanakah seharusnya umat muslim mendudukkan al-Sunnah?
                            II.            PEMBAHASAN
A.    Fungsi al-Sunnah Terhadap Al-Qur’an pada Masa Nabi Muhammad SAW dan Sesudahnya
Al Quran merupakan kalam Allah yang kandungannya ada yang bersifat ijmali (global atau umum) dan tafshili (detail atau terinci). Agar dapat diaplikasikan, maka hal-hal yang bersifat global dan umum tersebut memerlukan penjelasan-penjelasan yang lebih terang dalam penerapannya sebagai petunjuk dan kaidah hidup manusia. sehingga dari kedudukan di atas peranan al-Sunnah ibarat dua sisi dari mata uang[1]. Jadi antara Al-Qur’an dan al-Sunnah terdapat hubungan saling berkesinambungan, Keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat saling dipisahkan.
Terdapat beberapa pendapat tentang penjelasan fungsi al-Sunnah terhadap Al-Qur’an yang dikemukakan oleh Muhaditsun. Namun, pada intinya yang mereka kemukakan adalah sama. Secara garis besar, fungsi al-Sunnah terhadap Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1.      Bayan at-Taqrir, yaitu al-Sunnah berfungsi sebagai penjelas untuk mengokohkan atau memperkuat apa yang terkandung dalam Al-Qur’an[2].Sunnah rosul yang berbunyi :
صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَاَفْطِرُوْالِرُؤْيَتِهِ  رواهالبخارى ومسلم عن ابي هريرة
Berpuasalah kamu sesudah melihat Bulan dan berbukalah (berhari rayalah) kamu sesudah melihat Bulan”. (Riwayat Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah)
merupakan penguat atau pengokoh terhadap ayat al-Qur’an yang berbunyi :
شَهْرُرَمَضَا نَ الَّذِيْ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَا تٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَالْيَصُمهُ,,الاية..البقرة
Bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu melihat bulan, maka hendaklah ia berpuasa...” (al-baqoroh :185)

2.      Bayan al-Tafsir, yaitu al-Sunnah berfungsi sebagai penjelasan atau penerang terhadap ayat-ayat yang mujmal (global) dan musytarak (dobious: satu lafadz yang mengandung beberapa makna)[3].Sunnah Rosul yang berbunyi :
صَلُّوْا كَمَارَاَيْتُمُوْنِى اُصَلِّى. رواه البخارى ومسلم وغيرهما
Bershalatlah kamu, sebagaimana kamu melihat aku bershalat”. (Riwayat Bukhari-Muslim, dan lain-lain)
Merupakan penjelasan terhadap firman Allah yang bersifat global (mujmal) yang memerintahkan orang-orang mukmin untuk mendirikan shalat.
3.      Bayan al-Tasyri’, yakni mengadakan suatu hukum yang ditetapkan oleh al-Qur’an[4]. Misalnya Sunnah yang menyatakan:
...وَيَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النِّسَبِ. متفق عليه عن ابى عبّاس
“...dan keharaman mengawini wanita karena sebab susuan, sama dengan keharaman mengawini wanita karena pertalian darah (keturunan). (muttafaqun ‘alaih dari Ibnu Abbas)
4.      Bayan al-Nasakh, yakni mengganti suatu hukum atau menasakh (menghapus) suatu hukum[5].
Sunnah Rosul yang berbunyi :
عَنْ اَبِى اَمَامَةَ قَالَ : سَمِعْتُ النَّبِيَّ ص.م. يَقُوْلُ اِنَّ اللَّهَ قَدْ اَعْطَى كُلَّ ذِىْ حَقٍّ حَقَّهُ فَلاَ وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ. رواه ابوا داود والترمذى وابن ماجه واحمد
“ dari Abi Amamah berkata : saya telah mendengar Nabi saw bersabda : Sesungguhnya Allah telah menentukan hak tiap-tiap ahli waris, maka dengan ketentuan itu tidak ada hak wasiat lagi bagi seorang ahli waris”. (Riwayat Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majah dan Ahmad)
Merupakan pengganti (nasakh) terhadap hukum wasiat yang dikemukakan dalam firman Allah :
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ اَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًان الْوَصِيَّةُ لِلْوّالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ بِالْمَعْرُوْفِ ج حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِيْنَ.البقرة
"  Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut , jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf(adil dan baik). (Hal ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa”. (Al-baqoroh:180)

B.     Sikap Muslim dalam Beramal dengan Al-Sunnah
Mengamalkan al-Sunnah yang benar-benar termasuk yang diterima dari Nabi Muhammad SAW di dalam kehidupan adalah kewajiban setiap muslim dalam kehidupan beragama. Ketentuan mengenai hal ini cukup jelas tertuang baik di Al-Quran maupun Al-Sunnah[6], keduanya terkait pertimbangan perlunya mengamalkan ajaran Islam secara utuh di dalam kehidupan, karena ketentuan itu sudah jelas-jelas disebutkan. Hal-hal yang halal dan yang haram sudah diatur dalam kehidupan beragama. Al-sunnah yang memiliki kedudukan yang sangat penting terhadap Al-Qur’an merupakan pokok-pokok ajaran agama yang hadir di tengah-tengah umat untuk diamalkan. Namun pada kenyataannya, nash al-Sunnah yang sudah jelas tersebut ternyata masih saja ada segolongan muslim yang mempermasalahkan. Mereka bahkan secara terang-terangan menyatakan anti terhadap al-Sunnah dan menyebut dirinya sebagai golongan ingkar al-Sunnah. dalam realitas yang ada sekarang ini, ternyata juga masih saja ada muslim yang salah dalam memahami al-Sunnah. Ada yang berpandangan bahwa al-Sunnah secara kognitif yes, sedangkan secara afektif dan psikomotorik no. Anehnya, orang yang seperti ini lalu semaunya dalam beragama, hingga kadang sudah lupa bahwa dalam dirinya ada kewajiban sholat yang mesti dikerjakan[7].
C.     Ingkar al-Sunnah dan Bantahan Ulama’
Walaupun telah jelas dalil-dalil dan alasan-alasan yang menunjukkan bahwa al-Sunnah  itu merupakan salah satu sumber hukum Islam, akan tetapi ada juga segolongan kecil dari umat Islam yang menolak kehujahan al-Sunnah sebagai sumber syari’at Islam. Kemudian mereka ini menamakan diri mereka sebagai golongan ingkar al-Sunnah. Imam Syafi’i dalam kitabnya “Al-Umm”, meskipun tidak secara jelas menyebut nama-nama golongan atau orang yang menolak al-Sunnah, tetapi beliau telah menggolongkan yang menentang al-Sunnah tersebut kepada tiga golongan[8], yaitu:
1.      Golongan yang menolak al-Sunnah seluruhnya, baik yang muttawatir maupun yang ahad. Menurut Abu Zahrah, mereka itu adalah kaum Zindiq dan sebagian dari Khawarij.
2.      Golongan yang menolak al-Sunnah, kecuali jika al-Sunnah tersebut ada persamaannya dengan Al-Qur’an.
3.      Golongan yang menolak al-Sunnah yang Ahad sebagai hujjah. Maksudnya adalah golongan ini masih mau menerima al-Sunnah sebagai hujjah, tetapi hanya yang muttawatir saja, sedangkan yang Ahad mereka tolak. Menurut Muhammad Abu Zahwu dalam kitabnya “Al-Hadits wal Muhadditsun” menyebutkan bahwa yang termasuk dalam golongan ini adalah golongan Qadiriyah, Rafidlah, dan sebagian madzhab Adh-Dhahiry.
Alasan alasan yang digunakan oleh golongan yang menolak al-Sunnah di atas, diantaranya adalah:
1.      Argumen Naqli
Firman Allah yang berbunyi:
 $uZø9¨tRur šøn=tã |=»tGÅ3ø9$# $YZ»uö;Ï? Èe@ä3Ïj9 &äóÓx« ….. 
…dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu ……(an-Nahl: 89)
Menurut para pengingkar sunnah, Al-Qur’an itu telah mencakup segala sesuatu yang berkenaan dengan ketentuan agama, sehingga tidak diperlukan adanya keterangan lain, misalnya al-Sunnah[9]. Dengan demikian, kehadiran al-Sunnah tidak dibutuhkan, karena dasar-dasar dan penjelasan dari Al-Qur’an sudah lengkap dan mencakup semuanya.
2.      Argumen non-Naqli
Seandainya al-Sunnah itu sebagai dasar atau sumber hukum, tentunya Rasulullah SAW sejak hidupnya telah memerintahkan para sahabatnya untuk menulis seluruh Sunnah beliau agar tidak hilang dan dilupakan orang. Akan tetapi kenyataannya, Rasulullah tidak melakukan hal tersebut. Oleh karena itu, al-Sunnah terpaksa diterima secara dzanny pada umumnya oleh kaum muslim, sedangkan yang dzanny tidak sah untuk berhujjah.
Menaggapi para pengingkar al-Sunnah tersebut, maka para Ulama’ membantah dengan argumentasi sebagai berikut:
1.      Bantahan terhadap argumen Naqli
 Argumen naqli yang diajukan oleh para pengingkar al-Sunnah untuk menolak al-Sunnah sebagai salah satu sumber ajaran islam adalah lemah sekali[10]. Dalam Q.S Al Nahl:89 yang telah disebutkan di atas tidak menyebutkan bahwa al-Sunnah tidak diperlukan. Al-Qur’an menerangkan segala sesuatu yang sifatnya masih umum, sehingga diperlukan penjelasan dan penafsiran dari Al-Sunnah.
2.      Bantahan terhadap argumen non Naqli
Tentang Rasulullah SAW tidak memerintahkan untuk menulis seluruh hadis beliau kepada para sahabat, bukukan anlah suatu alasan hadis tidaklah berkedudukan sebagi dasar hukum islam. Sikap Rasulullah tentang Sunnahnya yang demikian itu, yakni tidak memerintahkan kepada para Sahabat untuk mengumpulkan dan memerintahkan kepada para sahabat untuk mengumpulkan dan menulisnya dalam satu mushaf, justru telah bertujuan untuk memelihara kemurnian Al-Qur’an.
D.    Bagaimana Seharusnya Muslim Mendudukan al-Sunnah
Al-Sunnah yang dapat diartikan sebagai laporan sesuatu yang dihubungkan kepada Nabi Muhammad SAW berupa pernyataan, perbuatan, penetapan, dan persifatan atau perilaku Nabi, merupakan dokumen penting ajaran keagamaan dan sekaligus sumber ajaran agama Islam bagi kehidupan. Dalam perkembangannya, umat yang sadar bersama Muhadditsun mengawal al-Sunnah itu di samping sebagai tradisi yang dilestarikan, juga sebagai ajaran untuk dilaksanakan[11]. Untuk itu, mendudukkan al-Sunnah secara benar dalam kehidupan akan menjadikan umat Muslim lebih mantap akan keyakinannya dalam beragama.
Pada era modern ini, pengkajian dan penelitian tentang al-Sunnah sudah banyak dilakukan. dari kenyataan ini diperoleh bahwa para Muhadditsun sudah memberi respon positif bagi kehidupan umat. Respon ini berupa menjaga keaslian al-Sunnah, baik dalam statusnya sebagai sumber ajaran yang haris dilestarikan, maupun dari wacana yang dapat membuat umat meragukan keaslian al-Sunnah sehingga membuatnya surut dalam beramal. Beberapa golongan ingkar al-Sunnah sudah seharusnya menyadari akan kekeliruannya dan kembali kepada ajaran al-Sunnah. Dilain hal, tidak pantas seorang muslim yang mendengarkan al-Sunnah yang shahih, kemudian menolaknya dengan berbagai macam alasan hawa nafsunya. Allah mengancam orang yang menyelisihi Nabi-Nya setelah jelas sunnah baginya. Allah berfirman bahwa barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa dia terhadap kesesatannya yang telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam[12].
                         III.            SIMPULAN
A.   fungsi as-Sunnah terhadap Al-Qur’an
Ada beberapa Ulama’ yang mengemukakan fungsi-fungsi as-Sunnah terhadap Al-Qur’an, yang kesemuanya mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Namun dari kesemuanya itu, fungsi-fungsi as-Sunnah dapat dperinci sebagai berikut: 1). Bayan al-Taqrir, 2). Bayan al-Tafsir, 3). Bayan al-Tasyri’, dan 4). Bayan an-Nasakh.
B.     Sikap Muslim dalam Beramal dengan as-Sunnah
Terdapat berbagai tipe umat muslim dalam mengamalkan al-Sunnah. ada golongan yang mengamalkan al-Sunnah secara keseluruhan dalam kehidupan sehari-hari, ada yang hanya mengamalkannya sebagian saja, dan ada pula yang tidak mau mengamalkannya sama sekali (menolak al-Sunnah atau sering disebut golongan ingkar al_sunnah).
C.     Ingkar as-Sunnah dan Bantahan Ulama’
Ingkar al-Sunnah adalah golongan muslim yang menolak kehujjahan al-Sunnah. golongan ini tidak mau menerima al-Sunnah sebagai pedoman hidup. Mereka menganggap bahwa Al-Qur’an sudah cukup sebagai pedoman hidup, sehingga tidak memerlukan penjelasan lagi dari al-Sunnah. bantahan ulama’ terhadap argument para pengingkar al-Sunnah menyatakan bahwa dalam Al-Qur’an masih terdapat ayat-ayat yang bersifat umum dan perlu penjelasan serta penafsiran yang lebih rinci, sehingga al-Sunnah menjadi dasar dalam menafsirkan Al-Qur’an.
D.    Sikap muslim semestinya dalam beramal dengan al-Sunnah
Umat muslim sudah semestinya mendudukkan al-Sunnah secara berdampingan dengan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup. Umat muslim juga harus dapat menjaga keaslian al-Sunnah, sehingga tidak timbul lagi golongan golongan yang mengingkari al-Sunnah.
                        IV.            PENUTUP
Demikian makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat untuk menambah wacana. Tentunya dalam makalah ini masih ada kesalahan dalam berbagai hal, untuk itu kami masih perlu kritik dan saran dari pembaca. Sehingga kedepannya menjadi lebih baik lagi.















DARTAR KEPUSTAKAAN

Ismail, M.Syuhudi, Hadits Nabi Menurut Pembela Pengingkar dan Pemalsunya, jakarta : gema Insani Press, 1995
Ismail, M.Syuhudi, pengantar Ilmu Hadits, bandung : Angkasa, 1987
Soebahar, M.Erfan, aktualisasi Hadis Nabi di Era Teknologi Informasi, semarang : Rasail Media Group, 2008



[1]  Moh. Erfan Soebahar, Aktualisasi Hadits Nabi Di Era Teknologi Informasi, Semarang: Rasail Media Group, hal.24
[2] M Suhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, Bandung: Angkasa, hal:55
[3] M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits,Bandung: Angkasa, 1991, hal: 56
[4] M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits,Bandung: Angkasa, 1991, hal: 58
[5] M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits,Bandung: Angkasa, 1991, hal: 57
[6] Moh. Erfan Soebahar, Aktualisasi Hadits Nabi Di Era Teknologi Informasi, Semarang: Rasail Media Group, hal. 53
[7] Moh. Erfan Soebahar, Aktualisasi Hadits Nabi Di Era Teknologi Informasi, Semarang: Rasail Media Group, hal. 54
[8] M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits,Bandung: Angkasa, 1991, hlm.52

[9] M. suhudi Ismail, Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar, dan Pemalsunya, (Jakarta: Gema Insani Press,1995), hal:16
[10] M. suhudi Ismail, Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar, dan Pemalsunya, (Jakarta: Gema Insani Press,1995), hal: 22
[11] Moh. Erfan Soebahar, Aktualisasi Hadits Nabi Di Era Teknologi Informasi (Semarang: Rasail Media Group,2008), hal. 56
[12] Baca Al-Qur’an surat An-Nisa’: 115

Tidak ada komentar:

Posting Komentar